Carut marut status hukum Bibit-Chandra menimbulkan kesangsian publik terhadap penegakkan hukum di negeri ini. Ketidakpastian hukum yang selama ini hanya di alami rakyat kecil, kini mulai dirasakan oleh pejabat-pejabat publik negara. Tak tanggung-tanggung korbannya adalah penegak hukum dari KPK yang telah menorehkan sukses dalam pemberantasan korupsi. Jika saja KPK mencurigai adanya praktek suap dalam penyelidikan sebuah kasus di Mabes Polri, kiranya bukanlah hal yang jarang terjadi, ini hal yang sering terjadi. Hanya saja selama ini nilainya tidak sebesar yang dicurigai KK atau dilakukan oleh pejabat atau pengusaha. sebagai contoh kalau kita kehilangan kendaraan seperti motor, untuk melapor saja aparat hukum kerapkali meminta uang dengan alasan administrasi. Tilang yang kerap terjadi dijalan juga terkesan aparat bukan sebagai pengayom masyarakat, melainkan sebagai pemalak berseragam yang kerapkali bersembunyi menunggu kesalahan pengendara lalu tiba-tiba muncul dan melakukan tilang, dan berujung dengan istilah damai dengan pemberian sejumlah uang dari pelanggar hukum Lalulintas tersebut.Tak jarang aparat yang melakukan tilang juga bukan dari satuan yang bertugas sebagai Polantas tapi dari satuan lain yang tanpa dilengkapi surat tilang sehingga seringkali masyarakat yang ingin ditilang STNKnya dibawa dan disinta mengambil di tempat tertentu. Dan cukup banyak kejadian hukum sehari-hari yang kalau mau kita kritisi sebenarnya ada di depan mata dan seringkali dihadapi, namun tak pernah kita anggap sebagai sebuah masalah namun tersimpan sebagai bentuk kemarahan terpendam yang suatu saat meledak. Ketika muncul perseteruan antara Polri Vs KPK masyarakat ramai-ramai mencaci-maki Polri dan membela KK. apa sebab? Bukan karena faktor peduli terhadap Bibi-Chandra saja, malah bisa di katakan kepedulian itu kecil persentasenya untuk menyudutkan Polri, yang terbesar justru karena kemarahan-kemarahan yang terpendam selama inilah yang membuat masyarakat membela KPK dalam kasus Bibit-Chandra ini. Ada semacam perasaan senasib antara masyarakat dan Pak Bibit dan ak Chandra, yakni sama-sama mendapat perlakuan tidak adil oleh aparta hukum dalam hal ini Polri. Stigma Polri di masyarakat sudah sangat luar biasa buruk, Polri di tempatkan lebih buruk dari para penjahat. Bahkan tak jarang masyarakat melindungi penduduknya yang terlibat kejahatan sejauh masih dapat di toleransi oleh sistem tata nilai daripada dilaporkan ke Polisi. Dukungan luas kasus Bibit - Chandra hanyalah letupan emosi publik dari ketidak adilan yang mereka rasakan dan alami selama ini. Jika pimpinan Polri tidak cukup bijak dalam memahami fenomena psikologi massa ini, maka institusi Polri selaku penegak hukum akan makin terpuruk. Keterpurukan hukum akan melahirkan pemberontakan-pemberontakan. Umumnya pemberontakan-pemberontakan akan menimbulkan represifitas penegak hukum sebagai otoritas kekuasaan dan situasi selanjutnya akan menjadi tak menentu. Perlu diingat, penyerbuan terhadap penjara Bastile pada zaman Raja Louis IV merupakan bentuk kemarahan massa terhadap perlakuan hukum yang diterapkan oleh penguasa.Tugas Kapolri untuk melakukan reformasi dan rekonstruksi mentalitas aparatnya untuk menjadi pengayom masyarakat sebagaimana cita-cita reformasi '98.

0 komentar